Menjaga Energi Ketika Berkompetisi: Strategi Mental Dalam Mengatasi Stres
On April 15, 2025 by Nathan FosterDalam lingkup olahraga, katakanlah bahwa stamina adalah daya tahan fisik dan juga mental. Masalahnya, di setiap kompetisi, terdapat tekanan dan stres yang dapat menguras rotasi psikologis seorang atlet, dan hal ini dapat menyebabkan penurunan performa. Walaupun rutin melakukan latihan fisik diperlukan, strategi mental yang tepat menjadi kunci untuk menjaga emosi dan stamina. Artikel ini membahas berbagai teknik psikologi olahraga yang empiris dalam mempertahankan fokus, ketenangan, dan resilien seorang atlet pada tekanan pertandingan.
1. Teknik Relaksasi: Menenangkan Otak Serta Meningkatkan Performa Tubuh
Sebagaimana halnya relaksasi menjadi langkah awal dari mengelola stres yang timbul sebelum atau di setiap tahap kompetisi. Pengendalian stres dengan menggunakan yoga, meditasi, bahkan deep breath . Contoh lain adalah diafragma breathing exercise (pernapasan perut) dapat menstimulasi sistem saraf parasimpatik untuk memberikan efek relaksasi.
Dalam beberapa riset menunjukkan bahwa anggapan atlit yang telah terbiasa melakukan latihan relaksasi 10-15 menit sebelum bertanding lebih mampu menghadapi tekanan. Apalagi dengan relaksasi progresif, yaitu pengencangan dan pelonggaran grup otot secara bergilir, juga dapat mengurangi marah dan ketegangan fisik.
2. Mindfulness dan Fokus pada Proses
Stres sering muncul akibat dari fokus yang berlebihan pada hasil akhir, baik itu menang atau kalah. Strategi mindfulness mengajarkan atlet untuk sepenuhnya sadar akan momen, sehingga mengurangi kekhawatiran tentang apa yang akan datang.
Dengan fokus pada tindakan spesifik seperti gerakan, teknik yang tepat, atau strategi yang dijalankan, seorang atlet mempertahankan energi mental yang seharusnya terkuras oleh pikiran negatif.
Sebuah studi menunjukkan bahwa atlet yang berlatih mindfulness selama latihan memiliki ketahanan mental 30% lebih besar saat menghadapi situasi kritis di lapangan.
3. Manajemen Stres Melalui Psikologi Olahraga
Stres adalah respon normal tubuh terhadap tekanan. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, stres bisa menguras stamina seseorang. Psikologi olahraga menekankan pengenalan gejala stres sedini mungkin, seperti detak jantung yang tidak teratur atau ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
Imagery positif , yang melibatkan perintah pada diri sendiri untuk berhasil menjalankan strategi, telah terbukti menurunkan kortisol (hormon stres) dan meningkatkan harga diri.
Jurnal refleksi harian juga dapat membantu seorang atlet memetakan emosi mereka serta sumber stres dan solusinya, sehingga membantu mereka mengelola emosi dengan lebih efektif.
4. Membangun Resiliensi Bersama Dengan Harga Diri
Merupakan fakta yang sudah dikenal bahwa orang dilahirkan dengan kemampuan yang berbeda untuk “bangkit kembali” dari kegagalan atau dengan kata lain, menunjukkan tingkat resiliensi yang berbeda. Di sisi lain, tingkat harga diri tergantung pada “keyakinan seseorang terhadap keterampilan yang dimiliki dalam menyelesaikan tugas.” Kedua faktor ini jelas mempengaruhi kekuatan mental seseorang.
Atlet yang sangat resilien dapat tampil optimal; mereka cenderung tidak terganggu secara mental oleh kesalahan kecil. Untuk mengembangkan resiliensi, latih diri Anda untuk terlibat dalam pembicaraan positif. Buatlah poin untuk mengubah pernyataan negatif seperti “Saya akan membuat ini gagal” menjadi “Saya siap menghadapi tantangan ini.” Pencapaian positif harian memang dapat menjadi dorongan tidak langsung untuk daya tahan fisik seseorang.
5. Pentingnya Relaksasi dan Pemulihan Otak
Sebagian besar atlet percaya bahwa melakukan latihan intens adalah satu-satunya cara untuk meningkatkan stamina. Faktanya, istirahat sama kuatnya. Istirahat dengan baik dengan tidur 7 hingga 9 jam sehari membantu memulihkan fungsi kognitif dan mengurangi kelelahan mental. Selain itu, setelah berolahraga, seseorang bisa benar-benar mengalami kebuntuan kreatif. Menggunakan teknik seperti meditasi atau bahkan mendengarkan lagu favorit dapat “mengatur ulang” pikiran.
Tanpa pemulihan, tubuh berisiko menghadapi terlalu banyak stres yang mengarah pada berkurangnya stamina—ini dikenal sebagai sindrom overtraining .
6. Peran Pelatih dan Lingkungan Pendukung
Stamina mental dibangun tidak hanya oleh atlet tetapi juga oleh faktor eksternal. Pelatih yang memberikan umpan balik positif dan menghindari tekanan yang berlebihan berkontribusi pada stabilitas emosional atlet.
Rekan tim seperti itu juga menciptakan lingkungan yang lebih nyaman untuk berkompetisi, sehingga mengurangi stres kompetisi internal.
Kesimpulan
Mempertahankan stamina selama kompetisi memerlukan persiapan mental yang tepat selain pelatihan fisik. Menggabungkan teknik relaksasi, kesadaran penuh, manajemen stres, ketahanan, dan istirahat yang adekuat memungkinkan atlet untuk mempertahankan kinerja optimal tanpa penurunan energi yang berlebihan. Fokus utama harus pada konsistensi: terapkan strategi ini secara berkala dan pada akhirnya mereka akan mengalir ke dalam rutinitas sehari-hari.
Dengan cara ini, tantangan untuk menghadapi kompetisi yang konstan beralih dari menjadi penghalang untuk pencapaian terbaik menjadi batu loncatan .